Analisis Cerpen "The Signal-Man" karya Charles Dickens





"The Signal-Man" adalah cerita pendek karya Charles Dickens, yang pertama kali diterbitkan sebagai bagian dari koleksi Mugby Junction dalam edisi Natal 1866. Cerpen ini dibuat berdasarkan insiden kecelakaan kereta api di Clayton Tunnel yang terjadi pada tahun 1861, lima tahun sebelum Dickens menulis ceritanya. (Wikipedia)



STRUKTUR UMUM 

1. AWAL 
· Paparan ( Exposition )
Cerita dimulai saat narator memanggil seorang penjaga perlintasan kereta api, "Halloa! Di bawah sana!". Penjaga perlintasan kereta api yang berdiri di rel tidak melihat ke atas seperti yang diharapkan narator, melainkan berbalik dan menatap ke dalam terowongan rel. Narator memanggil lagi dan meminta izin untuk turun. Penjaga perlintasan kereta tampaknya enggan untuk memberi tahu jalan menuju ke bawah. Pos jaganya merupakan tempat terpencil dan tersuram. Di setiap sisinya ada dinding batu kasar, dan tidak ada lagi pemandangan yang mengelilingi pos jaganya selain garis-garis langit. Yang terlihat hanyalah penjara raksasa yang panjang. Jika dilihat sepintas ke arah lain, yang di ujungnya terlihat cahaya merah suram, kita dapat melihat jalan masuk ke dalam terowongan raksasa yang gelap dengan suasana sedih dan mencekam menggantung di udara. Hanya sedikit cahaya matahari yang dapat menembus masuk ke lubang ini, sehingga membuat udaranya berbau tanah dan kematian. 

· Rangsangan ( Inciting moment / Force )
Si penjaga perlintasan kereta merasa bahwa dia pernah melihat narator sebelumnya, tetapi narator menyanggahnya. Kemudian penjaga perlintasan kereta mengajak narator ke pos jaganya dan berbicara tentang pekerjaannya. Pekerjaannya terdiri dari rutinitas monoton yang membosankan, tetapi sang penjaga perlintasan merasa dia tidak layak mendapatkan yang lebih baik, karena dia menyia-nyiakan kesempatan akademisnya ketika dia masih muda. Narator menjelaskan bahwa penjaga perlintasan kereta tampak seperti karyawan yang berbakti setiap saat, kecuali ketika dia dua kali melihat bel pemberitahuan ketika tidak berdering. Tampaknya ada sesuatu yang mengganggu belnya. Sebelum narator pergi, penjaga perlinatsan kereta memintanya untuk tidak memanggilnya ketika dia sampai di atas dan mengundang narator untuk datang kembali pada esok hari karena ia ingin memberi tahu narator suatu hal.

· Gawatan ( Rising action )
Hari berikutnya, si penjaga perlintasan memberi tahu narator bahwa ia berulang kali dihantui oleh penampakan hantu yang ia lihat di pintu masuk terowongan dan di setiap setelah penampakan hantu itu selau diikuti oleh sebuah tragedi. Pada contoh pertama, penjaga perlintasan melihat sosok dengan lengan kiri menutupi wajahnya, sambil melambaikan tangan. Dia kemudian berlari ke dalam terowongan tetapi tidak ada siapa pun. Beberapa jam kemudian, ada kecelakaan kereta api yang mengerikan dengan banyak korban meninggal. Penampakan hantu kedua yaitu sosok dengan kedua tangan di depan wajah seperti sedang menangis. Kemudian seorang wanita muda meninggal di dalam gerbong kereta. Penjaga perlintasan mengakui bahwa ia telah melihat hantu beberapa kali selama seminggu terakhir.  

2. TENGAH
· Tikaian ( Conflict )
Selama percakapan, penjaga perlintasan melihat hantu itu dan mendengar bel peringatan berdering, tetapi narator tidak melihat dan mendengar apa pun. Narator yang tidak percaya akan hal-hal gaib menganggap bahwa apa yang diceritakan oleh penjaga perlintasan kereta hanyalah halusinasinya saja. 

· Rumitan ( Complication )
Si penjaga perlintasan kereta yakin bahwa penampakan sosok hantu yang ia lihat merupakan sebuah pertanda tentang akan datangnya peristiwa tragis ketiga yang menunggu untuk terjadi seperti 2 kasus sebelumnya.

· Kimaks ( Climax )
Narator merasa khawatir dan khawatir mengenai kondisi penjaga perlintasan kereta. Ia kemudian mencoba untuk menenangkan sang penjaga perlintasan dan meninggalkannya di pos jaga pada jam dua pagi meskipun narator menawarkan diri untuk menginap.

3. AKHIR 
· Leraian ( Falling action )
Dalam perjalanan pulang, narator berpikir tentang penampakan hantu dan tentang apa yang dikatakan oleh si penjaga perlintasan kereta.

· Selesaian ( Denouement )
Pada hari berikutnya, narator mengunjungi pos jaga perlintasan kereta lagi dan melihat sosok misterius di mulut terowongan. Namun sosok itu bukanlah hantu, melainkan sekelompok orang-orang yang sedang bertugas. Narator menemukan bahwa si penjaga perlintasan kereta sudah mati tertabrak oleh kereta yang melaju. Sebelum kecelakaan terjadi, masinis menjelaskan bahwa ia berusaha memperingatkan petugas perlintasan dengan memanggilnya, “Di bawah sana! Awas ! Demi Tuhan, Minggir!” Selain itu, pengemudi itu melambaikan tangannya sambil menutupi wajahnya agar tidak melihat saat kereta menabrak petugas perlintasan. Narator melihat kemiripan antara tindakan yang dilakukan oleh masinis sama persis seperti apa yang telah dijelaskan oleh penjaga perlintasan sebelumnya. 


ANALISIS KONFLIK

1. Konflik antar tokoh
Pada cerpen "The Signal-Man" ini, pengarang menggambarkan konflik antar tokoh yakni narator dan si penjaga perlintasan kereta api. Dimana si penjaga perlintasan kereta meyakini betul bahwa apa yang ia lihat selama ini adalah sosok hantu yang muncul untuk memberinya sebuah isyarat akan datangnya peristiwa tragis yang menunggu untuk terjadi. Akan tetapi, narator yang skeptis terhadap hal-hal gaib tidak mempercayai apa yang diceritakan oleh si penjaga perlintasan kereta. Ia menganggap bahwa itu hanyalah imajinasi atau halusinasi sang penjaga perlintasan kereta. Ia pun menyarankan si penjaga perlintasan untuk segera menemui dokter atau psikiater. 


2. Konflik tokoh dengan lingkungan
Pada konflik yang selanjutnya, pengarang menggambarkan konflik antara si penjaga perlintasan dengan lingkungannya. Dimana ia selalu didatangi oleh sosok hantu saat sedang bertugas. Disetiap kemunculannya, hantu itu selalu mengatakan hal yang sama yakni, 'Halloa! Below there! Look out!'. Akan tetapi saat si penjaga perlintasan menghampiri sumber suara tersebut, sosok hantu itu pun menghilang. Dan setiap sosok hantu itu muncul, pasti akan ada tragedi yang terjadi setelahnya. Kegalauan pikirannya terlihat sangat memilukan. Ini merupakan siksaan mental bagi orang waras yang ditekan jauh di luar batas kemampuan oleh sebuah tanggung jawab bodoh yang menyangkut nyawa manusia. Ia meyakini bahwa tragedi besar akan terjadi di jalur perlintasan ini. Hal tersebut digambarkan sebagai berikut:

"What is its warning against?" 
"What is the danger? Where is the danger? There is danger overhanging somewhere on the Line. Some dreadful calamity will happen. It is not to be doubted this third time, after what has gone before. But surely this is a cruel haunting of me. What can I do?" 

TOKOH 

1. Aspek Fisik
Ditinjau secara fisik, hanya ada dua karakter utama dalam cerpen "The Signal-Man," dan keduanya tidak disebutkan namanya. 

· Narator
Sangat sedikit yang dapat digambarkan untuk karakter narator dalam cerpen ini, meskipun kita dapat menyimpulkan dari cara penjaga perlintasan kereta api memperlakukannya. Ia memanggilnya "Sir", menandakan  bahwa narator beasal dari kalangan tengah atau kelas profesional. Kita juga tahu bahwa narator tinggal di "penginapan (Inn)," dimana dapat diasumsikan bahwa ia tidak tinggal di daerah. Namun, terlepas dari itu, fungsi narator hanya untuk menyajikan kisah "The Signal-Man" itu sendiri.

· The Signal-Man
The Signal-Man sendiri adalah karakter utama dalam cerpen ini, sebagaimana terlihat pada judulnya. The Signal-Man tinggal di di pos jaga perlintasan kereta. the signal-man sebagaimana digambarkan oleh narator yakni, "he was a dark sallow man, with a dark beard and rather heavy eyebrows." Trauma masa lalunya terungkap. Pada kunjungan terakhirnya, narator menemukan bahwa the signal-man telah meninggal

· Dua Karakter lainnya
Hanya dua karakter lain dalam cerita yang muncul sebentar di bagian akhir. Pertama, laki-laki yang bekerja di jalur perlintasan, mengurus tubuh the signal-man, dan seorang masinis yang menjelaskan kepada narator bagaimana kereta menabrak the signal-man.

2. Aspek Psikologi 
Ditinjau dari aspek psikologi, narator dan the signal-man memiliki sifat yang berlawanan, yakni dapat dipaparkan sebagai berikut:  

· Narator
Dari segi psikologi tokoh narator ini merupakan sosok yang tidak percaya terhadap hal-hal mistis. Berikut merupakan kutipan sifat dari tokoh narator : "Resisting the slow touch of a frozen finger tracing out my spine, I showed him how that this figure must be a deception of his sense of sight; and how that figures, originating in disease of the delicate nerves that minister to the functions of the eye, were known to have often troubled patients, some of whom had become conscious of the nature of their affliction, and had even proved it by experiments upon themselves." Narator juga mudah dekat dengan siap saja.

· The Signal-Man
The Signal-Man digambarkan sebagai sosok yang bertanggung jawab dan pekerja keras. Percaya terhadap hal-hal mistis karena pernah mengalami taruma di masa lalu.

3. Aspek Sosial 
Ditinjau dari aspek sosial tokoh yang berada pada cerpen "The Signal-Man" dapat dipaparkan sebagai berikut :

· Narator
Narator adalah sosok yang baik dan ramah, mau mendengarkan cerita orang lain.

· The Signal-Man
The Signal-Man adalah seorang petugas perlintasan kereta api yang begitu bertanggung jawab terhadap pekerjaannya meskipun ia tahu bahwa bahaya besar sedang mengancam nyawanya.

Berdasarkan ketiga aspek dalam penokohan diatas dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
1. Dilihat dari proporsi sifatnya 
· Flat Character : Petugas pembantu dan masinis
· Round Character : Narator dan The signal-man

 2. Dilihat dari perkembangan wataknya
· Static Character : Petugas pembantu dan masinis
· Develoving Character :  Narator dan The signal-man  

3. Dilihat dari fungsinya 
· Tokoh sentral :
a. Narator memiliki sifat antagonis karena tidak mempercayai kejadian-kejadian supranatural yang diceritakan oleh the signal-man.

b. The Signal-Man : Protagonis 
· Tokoh bawahan : Pada cerpen "The Signal-Man" terdapat tokoh tambahan yakni, Petugas pembantu dan masinis.

LATAR (Setting)

Dalam  cerpen The Signal-Man karya Charles Dickens, latar menjadi salah satu unsur instrinsik yang sangat mempengaruhi keseluruhan cerita tersebut. Latar pada cerpen inilah yang membuat ceritanya menjadi sangat horor. Situasi dan kejadian yang terjadi pada latar cerpen ini dapat membuat bulu kuduk si pembaca berdiri, seperti yang diutarakan oleh narator. Latar juga dapat mempengaruhi karakter tokoh pada cerpen ini. 

1. Latar Tempat (Setting of Place)
· Rel kereta
Bukti: 
Aku berjalan menelusuri rel (dengan perasaan tidak nyaman karena membayangkan ada kereta yang datang dari belakangku).

· Pos jaga
Bukti :
Ketika dia mendengar sebuah suara memanggilnya, dia sedang berdiri di ambang pintu pos jaga sambil memegang bendera yang masih tergulung.

Aku lanjutkan berjalan turun. Saat kakiku sampai di dasar, aku berjalan mendekatinya. Dia adalah seorang pria dengan kulit hitam pucat, janggut hitam, dan alis yang sangat tebal. Pos jaganya merupakan tempat terpencil dan tersuram yang pernah kulihat. Di setiap sisinya ada dinding batu kasar, dan tidak ada lagi pemandangan yang mengelilingi pos jaganya selain garis-garis langit.

Dia membawaku masuk ke dalam posnya yang memiliki perapian, meja yang di atasnya terdapat sebuah buku untuk menulis catatan, alat telegraf dengan tombol, layar, jarum, dan lonceng kecil yang tadi telah disebutkannya.

“Aku masuk dan duduk di posku, sebagian karena aku ingin berpikir, dan sebagian lagi karena kejadian itu membuatku ingin pingsan. Ketika aku keluar pintu lagi, hari sudah siang, dan hantu itu telah pergi.”

2. Latar Waktu (Setting of Time)
· Pagi
Bukti :
“…. Lalu suatu pagi, saat hari menjelang fajar, aku berdiri di ambang pintu, melihat ke arah lampu merah, dan melihat hantu itu lagi.” Dia berhenti dengan tatapan tertuju padaku.

“Penjaga perlintasan itu tewas pagi ini, sir.”

· Malam
Bukti :
Dia mengucapkan selamat malam padaku dan menaikkan senternya.  

“Kalau begitu, selamat malam, dan ini tanganku.” “Selamat malam, sir, dan ini tanganku.”  

"Suatu malam, ketika rembulan bersinar,” ucapnya, “aku sedang duduk di sini, lalu mendengar sebuah teriakan, ‘Hei! Yang di bawah sana!"

Suasana esok malamnya terasa menyenangkan, aku pun berjalan lebih awal untuk menikmatinya.

3. Latar Sosial (Social Setting)
Narator menggambarkan bahwa the signal-man ialah seorang yang berpendidikan meskipun ia hanya sebagai seorang penjaga perlintasan kereta.
Bukti :
Aku berkomentar bahwa dia adalah orang yang berpendidikan (kuharap caraku mengatakannya tidak membuatnya tersinggung), bahkan mungkin terlalu berpendidikan untuk bekerja sebagai penjaga rel kereta api, dan kepandaiannya ini sulit ditemukan di antara orang-orang yang pekerjaannya hanya mengandalkan fisik. Dia setuju denganku. Menurutnya tidak ada orang yang seperti dirinya di antara para buruh, polisi, dan bahkan yang paling mencolok, tentara. Begitu juga di antara staff kereta api lainnya. Katanya, ketika dia masih muda, dia pernah menjadi mahasiswa filosofi alam dan menghadiri perkuliahan.

4. Latar Ruangan (Style of Setting)
Latar ruangan pada cerpen ini berada di pos jaga yang ada didekat terowongan perlintasan kereta api. 

5. Latar Suasana
Suasana didalam cerpen The Signalman didominasi suasana suram, menakutkan, dan menyedihkan. Dibuktikan dengan:

Jika dilihat sepintas ke arah lain, yang di ujungnya terlihat cahaya merah suram, kita dapat melihat jalan masuk ke dalam terowongan raksasa yang gelap dengan suasana sedih dan mencekam menggantung di udara.

Hanya sedikit cahaya matahari yang dapat menembus masuk ke lubang ini, sehingga membuat udaranya berbau tanah dan kematian. Banyak angin dingin yang berhembus dari dalam sehingga membuat bulu romaku berdiri dan merasa seolah aku telah meninggalkan dunia asalku. 

“Sekarang, sir, dengarkan ini baik-baik dan bayangkan betapa hatiku dibuatnya resah. Hantu itu muncul kembali seminggu yang lalu. Sejak saat itu, hantu itu tetap di sana, kadang-kadang muncul lalu menghilang.”

  
TEMA

Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari suatu cerita. Terdapat dua jenis tema, yakni:
1.  Tema Mayor 
Tema mayor adalah makna pokok yang menjadi dasar dari suatu cerita. Dalam cerpen "The Signal-Man" karya Charles Dickens, tema yang mengikat keseluruhan dari cerita tersebut ialah Kegelisahan seorang penjaga perlintasan kereta api yang diteror oleh sosok arwah ketika sedang bertugas.
2. Tema Minor
Tema minor adalah tema yang muncul lebih spesifik dan mewakili setiap adegan atau peristiwa dalam suatu cerita. Berdasarkan hasil analisis cerpen The Signal-Man terdapat beberapa tema minor diantaranya kesendirian dan supranatural. 

SIMBOL

Simbol dapat diartikan sebagai sesuatu yang merepresentasikan makna sebenarnya dari makna abstrak yang terdapat didalam cerita. Dalam cerpen The Signal-Man terdapat beberapa simbol, diantaranya:
· · Lampu merah, lampu berwarna merah melambangkan bahaya atau peringatan.
· · Penampakan, sosok penampakan yang selalu dilihat oleh penjaga perlintasan melambangkan sosok yang peduli dan ingin menyelamatkan hidup sang penjaga perlintasan.
 
IRONI

Ironi merupakan suatu pernyataan yang biasanya menandakan suatu perbedaan antara apa yang dirasakan oleh si pembaca dengan realita yang terjadi didalam cerita. Berikut pemaparan ironi yang terdapat dalam cerpen The Signal-Man.
· · Verbal Irony
Verbal Irony ialah pernyataan yang di ucapkan oleh tokoh didalam cerita tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya. Pada cerpen The Signal-Man tidak terdapat verbal irony.

· · Irony of Situation
Irony of Situation ialah pertentangan antara apa yang diharapkan oleh pembaca tidak sesuai dengan apa yang terjadi didalam cerita. Irony of Situation pada cerpen The Sugnal-Man terdapat pada:

'If I telegraph Danger, on either side of me, or on both, I can give no reason for it,' he went on, wiping the palms of his hands. 'I should get into trouble, and do no good. They would think I was mad. This is the way it would work:--Message: "Danger! Take care!" Answer: "What danger? Where?" Message: "Don't know. But for God's sake take care!" They would displace me. What else could they do?'

· ·Dramatic Irony
Dramatic Irony ialah kondisi yang dirasakan pembaca ketika mengetahui situasi yang terjadi didalam cerita, tetapi tokoh dalam cerita tidak mengetahui situasi yang sedang terjadi didalam cerita. Berikut kutipannya:

'What is its warning against?' he said, ruminating, with his eyes on the fire, and only by times turning them on me. 'What is the danger? Where is the danger? There is danger overhanging, somewhere on the Line. Some dreadful calamity will happen. It is not to be doubted this third time, after what has gone before. But surely this is a cruel haunting of me. What can I do?'

SUDUT PANDANG (POINT OF VIEW)

Pada cerpen The Signal-Man karya Charles Dickens, pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga mahatahu. Pengarang tahu dan memiliki kebebasan memberitahukan kepada pembaca tentang apa perilaku tokoh.
He directed a most curious look towards the red light near the tunnel's mouth, and looked all about it, as if something were missing from it, and then looked at me.

EMOSI

Sebuah karya sastra dalam tujuan penciptaannya ialah agar dapat merangsang emosi seorang pembaca.Begitu pula pada cerpen karya Charles Dickens yang berjudul The Signal-Man, dalam karyanya tersebut terdapat beberapa peristiwa yang dapat merangsang emosi dari pembaca. Berikut merupakan pemaparan gambaran emosi dalam cerpen tersebut.
· · Takut
Peristiwa takut yang tergambarkan dalam cerpen:
“You look at me,” I said, forcing a smile, “as if you had a dread of me.” (Dickens, 1866:4)
· · Kaget
Peristiwa kaget yang tergambarkan dalam cerpen:
“One moonlight night,” said the man, “I was sitting here, when I heard a voice cry, ‘Halloa! Below there!’ I started up, looked from that door, and saw this Some one else standing by the red light near the tunnel, waving as I just now showed you. (Dickens, 1866:9)
· · Cemas
Peristiwa cemas yang tergambarkan dalam cerpen:
“What is its warning against?” he said, ruminating, with his eyes on the fire, and only by times turning them on me. “What is the danger? Where is the danger? There is danger overhanging somewhere on the Line. (Dickens, 1866:15)

PESAN MORAL

Sebuah cerpen biasanya selalu memberikan dampak psikologi pada pembacanya yang berupa perasaan senang, sedih, dan kadang perasaan takut melalui rangkaian peristiwa yang diceritakan oleh pengarang. Seorang pengarang cerita selalu menyampaikan sebuah pesan dalam karangan ceritanya. Biasanya, pesan yang terdapat dalam ceritanya berupa pesan moral. Pesan moral tersebut merupakan sebuah pengajaran mengenai baik dan buruknya sesuatu. Pesan moral dalam sebuah cerita biasanya disisipkan dalam sebuah konflik, seperti konflik manusia dengan manusia (Man against man), manusia dengan komunitas manusia (Man against komunity of man), manusia dengan lingkungan (Man against environtment) dan manusia dengan dirinya sendiri (Man against himself).

     Pada cerpen The Signal-Man karya Charles Dickens walaupun ceritanya tergolong singkat akan tetapi pada cerpen ini terdapat beberapa pesan moral yang disampaikan oleh pengarang, bertujuan agar pembaca dapat mengambil pembelajaran yang baik dari rangkaian peristiwa cerita tersebut. Dibawah ini merupakan rangkaian pesan moral yang disampaikan dalam cerpen tersebut.

"What is its warning against?" 
"What is the danger? Where is the danger? There is danger overhanging somewhere on the Line. Some dreadful calamity will happen. It is not to be doubted this third time, after what has gone before. But surely this is a cruel haunting of me. What can I do?" 

Kutipan cerita diatas merupakan konflik antara Manusia dengan lingkungannya. Pada konflik tersebut dapat kita ambil pesan moral yang melandasi konflik tersebut yaitu mengenai sebuah loyalitas dan tanggung jawab terhadap sebuah pekerjaan. Dimana ketika kita diberikan kepercayaan oleh orang lain maka kita harus menjaga kepercayaan itu dengan baik. Seperti konflik yang terjadi pada kutipan cerita tersebut, sosok The Signal-Man yang telah diberikan kepercayaan sebagai penjaga perlintasan kereta. Ia merupakan sosok yang pekerja keras, sekalipun sebenarnya ia mengetahui bahwa bahaya bisa datang kepadanya kapanpun dan dalam situasi apapun, tetapi ia tetap mendedikasikan dirinya untuk pekerjaannya.

Resisting the slow touch of a frozen finger tracing out my spine, I showed him how that this figure must be a deception of his sense of sight, and how that figures, originating in disease of the delicate nerves that minister to the functions of the eye, were known to have often troubled patients, some of whom had become conscious of the nature of their affliction, and had even proved it by experiments upon themselves.

A disagreeable shudder crept over me, but I did my best against it. It was not to be denied, I rejoined, that this was a remarkable coincidence, calculated deeply to impress his mind. But it was unquestionable that remarkable coincidences did continually occur, and they must be taken into account in dealing with such a subject. Though to be sure I must admit, I added (for I thought I saw that he was going to bring the objection to bear upon me), men of common sense did not allow much for coincidences in making the ordinary calculations of life.

Resisting the slow touch of a frozen finger tracing out my spine, I showed him how that this figure must be a deception of his sense of sight, and how that figures, originating in disease of the delicate nerves that minister to the functions of the eye, were known to have often troubled patients, some of whom had become conscious of the nature of their affliction, and had even proved it by experiments upon themselves.

A disagreeable shudder crept over me, but I did my best against it. It was not to be denied, I rejoined, that this was a remarkable coincidence, calculated deeply to impress his mind. But it was unquestionable that remarkable coincidences did continually occur, and they must be taken into account in dealing with such a subject. Though to be sure I must admit, I added (for I thought I saw that he was going to bring the objection to bear upon me), men of common sense did not allow much for coincidences in making the ordinary calculations of life.

Why, see,' said I, 'how your imagination misleads you. My eyes were on the bell, and my ears were open to the bell, and if I am a living man, it did NOT ring at those times. No, nor at any other time, except when it was rung in the natural course of physical things by the station communicating with you.

Beberapa kutipan diatas merupakan rangkaian konflik yang terjadi antara manusia dengan manusia. Dimana dalam kutipan diatas, Narator yang skeptis terhadap hal-hal gaib tidak mempercayai apa yang diceritakan oleh si penjaga perlintasan kereta. Ia menganggap bahwa itu hanyalah imajinasi atau halusinasi sang penjaga perlintasan kereta. Berbanding terbalik dengan penjaga perlintasan kereta yang meyakini betul bahwa apa yang ia lihat selama ini adalah sosok hantu yang muncul untuk memberinya sebuah isyarat akan datangnya peristiwa tragis. Pesan moral yang dapat kita ambil yakni untuk selalu menghargai pendapat orang lain dan berusaha untuk tidak menyudutkan orang lain karena kita tidak pernah mengetahui secara pasti peristiwa atau kejadian apa yang dialami oleh orang tersebut. Saling mendukung dan saling memberi saran adalah salah satu cara untuk dapat menguatkan satu sama lain.

Comments

Post a Comment